Industri mamin tanah air masih terkendala pada tingginya bahan baku impor dan sederet permasalahan lain.
Makanan dan minuman adalah kebutuhan pokok yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Di dunia usaha, sektor makanan dan minuman (mamin) juga menjadi salah satu andalan perekonomian Indonesia. Bagaimana tidak, dengan jumlah total 270 juta penduduk, pengeluaran per kapita untuk pangan masyarakat setidaknya mencapai 50%.
Dari sisi kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, sektor utama ini pun terus mencatatkan pertumbuhan. Dari sumbangan sektor makanan dan minuman terhadap PDB sebesar 34% di 2017 menjadi 38,42% di semester-I 2021. Selain itu, di saat sektor-sektor industri lain terpukul dampak pandemi Covid-19, industri makanan dan minuman tetap menjadi unggulan karena mampu bertahan.
Pada 2020, ketika industri lain kompak mengalami kontraksi, sektor makanan dan minuman masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 1,58% secara tahunan (year on year/yoy). Bahkan, hingga kuartal-III tahun lalu, industri makanan dan minuman tumbuh positif hingga 3,49% yoy. Dengan kinerja apik ini, tak heran jika investasi di sektor makanan dan minuman ikut mengalami peningkatan.
Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pada Periode Januari-September 2021, investasi sektor makanan dan minuman tumbuh 75,93% atau senilai Rp29,59 triliun.
Dari jumlah tersebut, realisasi penanaman modal asing (PMA) sektor mamin mencapai US$2,08 miliar, sedangkan realisasi investasi dalam negeri alias PMDN (penanaman modal dalam negeri) mencapai Rp20,42 triliun. Secara keseluruhan, capaian ini jelas lebih besar dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp21,9 triliun.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika bilang, kinclongnya kinerja industri makanan disebabkan oleh permintaan produk makanan dan minuman yang tetap tinggi selama pagebluk.