Pemerintah juga harus memikirkan pengembangan energy storage, khususnya yang berskala ekonomis.
Indonesia tercatat menjadi salah satu negara yang meratifikasi Perjanjian Paris atau Paris Agreement untuk menurunkan gas rumah kaca. Indonesia pun berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri pada 2030.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, apabila Indonesia ingin memasuki status dekarbonisasi pertengahan abad ini, maka 70% bauran pasokan listrik Indonesia pada 2050 harus berasal dari energi bersih terbarukan (EBT).
"Kita harus menambah pembangkit EBT 15 Giga Watt (GW) sampai 20 GW per tahun, kalau ingin masuk ke jalur transisi energi," kata Fabby dalam diskusi virtual, Senin (8/3).
Dia melanjutkan, apabila melihat beberapa model peta jalan energi global, maka 50% energi akan berasal dari surya dan bayu. Dengan sifatnya yang intermittent, maka tekonologi penyimpanan energi atau energy storage menurut Fabby sangat diperlukan untuk transisi energi.
Di saat pemerintah mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala besar, Fabby menilai, pemerintah juga harus memikirkan pengembangan energy storage, khususnya yang berskala ekonomis.