Pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden berbeda pendapat terkait hilirisasi nikel. Siapa diuntungkan?
Genderang hilirisasi sektor pertambangan terus ditabuh pemerintah dengan nikel sebagai bintang utamanya. Hal itu dilakukan terutama sejak tren kendaraan listrik menanjak.
Pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden pun berbeda pendapat terkait hilirisasi. Utamanya, kandidat nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang menyebut hilirisasi nikel dilakukan secara ugal-ugalan, sementara nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mengatakan kebijakan itu menguntungkan negara dan akan melanjutkannya jika memenangi pemilihan umum presiden (Pilpres) 2024.
Sejumlah pihak menyebutkan hilirasi mineral kerap menimbulkan persoalan serius. Belum lama ini Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) merilis laporan yang berisi tentang relasi elite politik dan taipan dengan lini usaha di sektor nikel, sebagai pendukung kuat paslon presiden dan wakil presiden. Luhut Binsar Pandjaitan, Boy Thohir, dan Pandu Patria Sjahrir adalah beberapa di antara yang menjadi sorotan dalam laporan berjudul ‘Pemilu Memilukan’ ini.
Menurut laporan JATAM, kepentingan Luhut, Boy dan Pandu bersatu melalui PT Energi Kreasi Bersama (EKB) alias Electrum, perusahaan patungan (joint venture/JV) antara PT Gojek Tokopedia Tbk. (GoTo) dan TBS Energi Utama Tbk (TOBA). Dalam hal ini, Luhut merupakan pemilik TBS, yang lini bisnisnya berfokus pada penambangan batu bara, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), energi terbarukan, kendaraan listrik, perkebunan, hingga pengolahan limbah.
Sementara itu, Pandu Sjahrir, yang juga merupakan keponakan Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi itu, selain menjabat sebagai Wakil Direktur Utama TOBA, juga merupakan Pemimpin Electrum. Di sisi lain, Boy Thohir merupakan mantan Komisaris Utama GoTo sekaligus pemilik saham, dengan kepemilkan saham sebesar 0,09% atau setara 1,05 miliar lembar.