ASEAN adalah pintu gerbang bagi Kuala Lumpur untuk mendapatkan beras dengan mudah dari luar negeri.
Pembeli di Malaysia mengosongkan rak-rak beras karena aksi panik (panic-buying) menyebar di seluruh negara yang sedang bergulat dengan kenaikan harga menyusul keputusan India untuk melarang ekspor bahan makanan pokok.
Pasokan beras internasional berkurang setelah eksportir beras terbesar di dunia melarang pengiriman beras pada bulan Juli. Hal ini menyebabkan meningkatnya biaya dan kekhawatiran akan kekurangan pasokan di Asia, yang menyumbang sekitar 90 persen konsumsi beras global.
Dampak larangan ini sangat terasa di Malaysia, negara berpenduduk lebih dari 32 juta jiwa yang mengimpor sekitar sepertiga kebutuhan berasnya.
Dengan harga eceran beras putih impor yang diperkirakan meningkat lebih dari 30 persen pada bulan lalu, pengecer di Kuala Lumpur menyatakan kurangnya pasokan beras lokal. Hal ini terjadi setelah masyarakat mencari pilihan yang lebih murah dan melakukan pembelian panik (panic-buying) di berbagai wilayah di negara ini.
“Kami tidak memiliki stok beras lokal, dan hal ini sudah berlangsung cukup lama,” Sin, pegawai pedagang grosir Usaha Jaya di Kuala Lumpur, mengatakan kepada Arab News pada hari Rabu (4/10).
Kebanyakan konsumen sekarang harus memilih beras impor yang lebih mahal karena kekurangan beras lokal, kata Sin, yang tokonya sebagian besar memasok ke toko-toko kecil di ibu kota.
“Saat ini masyarakat kebanyakan membeli beras impor karena tidak adanya pasokan beras lokal. Harga beras meningkat pesat,” ujarnya.
Malaysia pekan ini memperkenalkan subsidi dan langkah-langkah lain untuk menurunkan harga beras di tengah krisis, termasuk satuan tugas untuk memeriksa rantai pasokan lokal. Perdana Menteri Anwar Ibrahim bahkan memperingatkan akan adanya tindakan hukum terhadap siapa pun yang kedapatan menimbun beras.
Pemerintah bersikukuh bahwa ketersediaan beras cukup, dan Menteri Pertanian dan Ketahanan Pangan Mohamad Sabu dilaporkan mengatakan pada hari Senin bahwa tidak ada kekurangan beras di negara ini dan mendesak masyarakat untuk tidak melakukan pembelian secara panik.
Namun Khor Cheng Hai, yang menjual beras di Kindness Enterprise, mengatakan dia tidak mampu mengamankan stok beras yang diproduksi secara lokal.
“Sebelumnya, terjadi pembelian panik (panic-buying) di kalangan pelanggan kami. Tapi sekarang sudah tidak lagi… Kami menjual beras impor di sini, kami mencoba memesan beras lokal, tapi (pedagang grosir) bilang tidak ada stok,” kata Khor kepada Arab News.
“Bukan hanya toko saya, pelanggan saya pergi ke (toko lain) dan mereka mengeluh karena tidak ada beras lokal juga. Pemerintah selalu menyampaikan di media bahwa stok beras lokal cukup.
“Tetapi ketika kami memesan, tidak ada beras lokal yang tersedia. Apa yang bisa kami lakukan?"
Krisis beras di Malaysia menyoroti kesalahan dalam industri yang sedang “tren menurun,” kata Prof. Fatimah Mohamed Arshad, peneliti senior di Institute for Democracy and Economic Affairs.
“Ketika produksi menurun, ketergantungan pada impor meningkat seiring dengan inflasi impor,” kata Arshad dalam sebuah pernyataan.
“Kejutan larangan ekspor yang diterapkan India menyebabkan negara ini mengalami 'kekurangan beras dan krisis harga', yang sebenarnya bisa dihindari jika Malaysia mampu menjamin keamanan pasokan beras melalui produktivitas dan produksi yang lebih tinggi serta industri yang lebih kompetitif.”
Pemerintah mengatakan pihaknya ingin mendesak negara-negara pemasok beras di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, seperti Thailand dan Vietnam, untuk memprioritaskan ekspor biji-bijian ke sesama negara anggota.
ASEAN adalah pintu gerbang bagi Kuala Lumpur untuk mendapatkan beras dengan mudah dari luar negeri, kata Dr. Larry Wong, peneliti senior di Institute of Strategic & International Studies di Malaysia.
“Sebagian besar penyelesaian ini bersifat bilateral, Semenanjung Malaysia sangat terhubung dengan benua ASEAN dan beras dapat disalurkan melalui laut, kereta api, dan jalan darat. Seharusnya tidak ada masalah,” kata Wong kepada Arab News.
“Malaysia sangat beruntung karena kami adalah negara dengan perekonomian kecil dan terbuka namun merupakan negara perdagangan yang besar,” katanya. “Jangan mengambil sumber dari negara yang sama, tetapi mengambil sumber dari negara yang berbeda. Gangguan seperti ini tidak akan pernah berhenti.
“Gangguan seperti ini juga tidak bisa bertahan lama,” tekannya.