Melalui semua itu, pejabat pemerintah AS berharap dapat terus mengawasi pertumbuhan ekonomi dan kekuatan militer China di wilayah tersebut.
Presiden Joe Biden pada Senin 23/5) waktu setempat, akan meluncurkan pakta perdagangan Indo-Pasifik baru, yang dirancang untuk menandakan dedikasi AS di kawasan itu dan menjaga stabilitas dalam perdagangan, setelah kekacauan yang disebabkan oleh pandemi dan invasi Rusia ke Ukraina.
Gedung Putih mengatakan, Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik yang baru, akan membantu Amerika Serikat dan ekonomi Asia bekerja lebih erat dalam berbagai masalah termasuk rantai pasokan, perdagangan digital, energi bersih, perlindungan pekerja, dan upaya antikorupsi. Rinciannya masih perlu dinegosiasikan di antara negara-negara anggota, sehingga sulit bagi pemerintah AS untuk mengatakan bagaimana kerangka kerja ini dapat memenuhi janji membantu pekerja dan bisnis AS sambil juga memenuhi kebutuhan global.
Negara-negara yang menandatangani kerangka kerja itu akan diumumkan Senin, selama kunjungan Biden ke Tokyo untuk melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida. Ini adalah langkah terbaru oleh pemerintahan Biden untuk mencoba melestarikan dan memperluas pengaruh AS di wilayah yang hingga saat ini tampaknya berada di bawah pengaruh China yang semakin besar.
Biden berada di tengah-tengah kunjungan lima hari ke Korea Selatan dan Jepang-perjalanan pertama ke Asia dari kepresidenannya-yang berakhir pada hari Selasa. Gedung Putih mengumumkan rencana untuk membangun kerangka ekonomi pada Oktober sebagai pengganti Kemitraan Trans-Pasifik, yang dikeluarkan AS pada 2017 di bawah Presiden Donald Trump saat itu.
Pakta baru itu datang pada saat pemerintah yakin memiliki keunggulan dalam persaingannya dengan Beijing. Bloomberg Economics menerbitkan laporan pekan lalu yang memproyeksikan pertumbuhan PDB AS sekitar 2,8% pada 2022 dibandingkan dengan 2% untuk China, yang telah berusaha menahan virus corona melalui penguncian ketat sementara juga berurusan dengan kehancuran properti. Perlambatan tersebut telah merusak asumsi bahwa China akan secara otomatis menggantikan AS sebagai ekonomi terkemuka dunia.