Sudan Selatan merupakan negara yang paling neraka bagi sukarelawan yang memberikan bantuan kemanusiaan di sana.
Sudan Selatan menderita krisis kelaparan parah. Kondisi kelaparan terjadi karena diciptakan dan dijadikan senjata oleh para pihak yang berkonflik. Baik oleh pasukan pemerintah dan sekutunya, atau pasukan oposisi. Mereka menggunakan taktik mengusir warga dari rumah dan membuat mereka harus mengungsi.
Menurut Global Right Compliance semua pihak yang menjadi dalang dari permasalahan ini sudah melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan telah menyentuh hukum humaniter internasional. Harus ada intervensi kemanusiaan ke negara tersebut. Kemudian, para pihak yang terlibat harus diadili sebagai pelaku kejahatan perang.
Menurut temuan mereka, taktik kelaparan yang dijalankan pihak yang bertikai semakin tidak terkendali. Taktik ini sendiri meliputi pembakaran dan penghancuran rumah dan properti dengan skala besar. Selain itu juga, mereka merusak tanaman pangan dan pasar. Orang-orang bersenjata juga menyerang pekerja bantuan kemanusiaan yang membantu warga sipil. Kamp pengungsian juga tidak luput dari serangan mereka.
Laporan PBB sendiri mengatakan bahwa saat ini hampir 8 juga warga di Sudan Selatan diyakini sedang menghadapi kerawanan kelaparan yang akut. PBB juga menganggap bahwa ancaman dan risiko kelaparan belum pernah setinggi ini.
“Orang-orang yang kami temui mengatakan kepada kami berulang kali bahwa satu-satunya cara menghentikan pembunuhan, pemerkosaan dan kekerasan seksual, dan penjarahan adalah jika mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut dimintai pertanggungjawaban secara pidana. Impunitas atas pelanggaran serius ini sejak 2013 telah membawa kami ke titik putus asa, di mana sebagian besar orang Sudan Selatan tidak dapat memberi makan diri mereka sendiri dan hanya mengandalkan bantuan kemanusiaan,” kata ketua Komisi HAM PBB di Sudan Selatan Yasmin Sooka.