Sejumlah ilmuwan memprediksi masa depan dunia usai pandemi Covid-19.
Seratus sembilan tahun silam, ketika pes alias sampar menghantam Jawa, tatanan sosial-politik berubah. Menurut dosen sejarah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta yang pernah meneliti pes di Jawa, Martina Safitri, wabah penyakit menular yang disebabkan bakteri Yersinia pestis dari tikus kala itu, ikut andil melahirkan elite baru pribumi di bidang kesehatan.
Mereka adalah para mantri yang mendapat pendidikan kedokteran Barat, perlahan menggantikan peran dukun dalam usaha menyembuhkan seseorang.
“Para elite baru lulusan beragam sekolah mantri tersebut menyokong berbagai penyuluhan, dari kota hingga pelosok desa,” kata Martina saat dihubungi reporter Alinea.id, Senin (6/4).
Untuk mengatasi wabah pes, para mantri—yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah kolonial—mengajarkan kebersihan kepada pribumi, seperti menganjurkan mereka menjemur kasur untuk mengusir kutu hingga membangun rumah berdinding batu.
Ketika wabah pes mengancam penduduk Kota Malang, Jawa Timur pada 1911-1916, tatanan pemerintahan di sana pun beralih rupa. Saat itu, dibentuk gemeente (kotamadya), yang secara administratif bisa mengambil kebijakan mandiri menangani pes, tanpa perlu ada komando dari Batavia.