Presiden saat itu, Donald Trump, secara sepihak menarik AS keluar dari perjanjian tersebut pada 2018.
Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan pada Selasa (19/9) waktu setempat, bahwa negaranya tidak akan pernah melepaskan haknya “untuk memiliki energi nuklir untuk tujuan damai” dan mendesak Amerika Serikat “untuk menunjukkan dengan cara yang dapat diverifikasi” bahwa mereka ingin kembali ke perjanjian nuklir pada 2015.
Saat berbicara pada pertemuan tingkat tinggi tahunan Majelis Umum PBB, Raisi mengatakan, penarikan Amerika dari perjanjian itu menginjak-injak komitmen Amerika dan merupakan “tanggapan yang tidak tepat” terhadap pemenuhan komitmen Iran.
Presiden saat itu, Donald Trump, secara sepihak menarik AS keluar dari perjanjian tersebut pada 2018, dan menyebabkan jatuhnya sanksi yang melumpuhkan Iran.Pembicaraan formal di Wina untuk mencoba memulai kembali perjanjian tersebut gagal pada Agustus 2022.
Iran telah lama membantah pernah berupaya membuat senjata nuklir dan terus bersikeras bahwa programnya sepenuhnya untuk tujuan damai. Adapun poin-poin yang ditegaskan Raisi pada Selasa dalam pertemuan tingkat tinggi yakni, “senjata nuklir tidak memiliki tempat dalam doktrin pertahanan dan doktrin militer” negara tersebut. .
Namun kepala nuklir PBB Rafael Grossi mengatakan dalam sebuah wawancara pada Senin (18/9) dengan The Associated Press, bahwa penghapusan banyak kamera dan sistem pemantauan elektronik yang dipasang oleh Badan Energi Atom Internasional oleh pemerintah Iran, membuat tidak mungkin memberikan jaminan mengenai program nuklir negara tersebut.