Mantan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengaku melarikan diri untuk mencegah kehancuran Kabul.
Mantan Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani meninggalkan Kabul setelah kelompok militan Taliban menguasai kota tersebut. Seperti dilaporkan VOA, Jumat (31/12), Ghani pergi diam-diam dan secara tiba-tiba pada 15 Agustus 2021 lalu. Dia mengaku tak punya pilihan lain selain meninggalkan Kabul. Kendati demikian, Ghani menyangkal kabar bahwa pengambilalihan Kabul dilaksanakan secara damai. Sebaliknya, pada Agustus lalu, seorang penasihatnya memberi dia waktu hanya beberapa menit untuk memutuskan meninggalkan Afghanistan.
"Pada pagi hari itu, saya tidak punya firasat bahwa pada sore hari saya akan pergi," kata Ghani. Kepergian Ghani membuat kota itu kehilangan pemimpin saat pasukan AS dan NATO akan ditarik mundur.
Mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai menyayangkan keputusan Ghani yang pergi diam-diam. Langkah itu justru menghilangkan kesempatan bagi para negosiator pemerintah, termasuk dirinya dan Ketua Dewan Perdamaian Abdullah Abdullah, untuk mencapai kesepakatan dengan Taliban yang sebelumnya telah berkomitmen tetap berada di luar batas ibu kota.
Setelah menghubungi Menteri Pertahanan Bismillah Khan, menteri dalam negeri dan kepala polisi, dan ternyata semuanya telah melarikan diri dari Kabul, Karzai mengatakan dia mengundang Taliban ke Kabul untuk melindungi para penduduk, sehingga negara, kota itu tidak jatuh ke dalam kekacauan dan elemen-elemen yang tidak diinginkan.
Namun dalam wawancara dengan mantan Kepala Staf Pertahanan Inggris Jenderal Sir Nick Carter, Ghani mengaku melarikan diri untuk mencegah kehancuran Kabul. Ia mengatakan ada dua faksi Taliban telah menyerang kota itu dan siap untuk masuk, melancarkan pertempuran sengit untuk memperebutkan kekuasaan. Meski demikian, tidak ada bukti yang menunjukkan masuknya dua faksi Taliban yang dimaksud Ghani.