PBB sampaikan keprihatinan pada warga Suriah yang tercerabut dari negaranya dan terpaksa menjadi tuna wisma, akibat peperangan.
PBB pada Rabu (4/4) menyampaikan keprihatinan yang mendalam mengenai keselamatan dan perlindungan warga sipil dari Ghouta Timur, yang terus terusir dari daerah asal mereka, serta orang yang masih berada di daerah kantung yang terkepung itu.
Sejak 9 Maret, sebanyak 133.000 orang telah meninggalkan Ghouta Timur, baik melalui koridor yang ditetapkan buat orang yang mengungsi di dalam negeri (IDP) di pinggir Ibu Kota Suriah, Damaskus, atau melalui kesepakatan pengungsian ke Idlib dan Gubernuran Aleppo, kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric pada Rabu.
Hingga Selasa, sebanyak 44.000 orang masih berada di delapan lokasi IDP di pinggir Damaskus, turun dari jumlah puncaknya, 88.000, kata Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis siang. Namun, kebanyakan tempat penampungan masih menampung orang yang melebih daya tampungnya, kata Dujarric.
Meskipun sebagian bantuan disediakan buat orang yang masih berada di daerah yang baru bisa dimasuki, tak ada akses ke daerah terkepung, Douma, sejak rombongan terakhir antar-lembaga mencapai daerah tersebut pada 15 Maret, kata juru bicara itu.
PBB dan mitranya juga menghadapi kekurangan dana serius untuk menanggapi dengan bantuan penyelamat nyawa dan layanan perlindungan, katanya.
Di Afrin, tempat tentara Turki melancarkan aksi militer terhadap Suku Kurdi, kembalinya IDP secara bertahap dilaporkan terus berlangsung terutama dari Nabul dan Zahraa, dan sedikit IDP dari Tal Refaat menuju Kabupaten Afrin. Tapi jumlah pasti IDP yang pulang belum tersedia, kata juru bicara tersebut.
PBB masih prihatin dengan keselamatan dan perlindungan warga sipil yang terkena dampak permusuhan di daerah itu dan melaporkan pembatasan gerakan manusia, kata Dujarric.
Sebanyak 137.000 orang telah kehilangan tempat tinggal dan pergi ke Tal Refaat dan serta desa di sekelilingnya akibat pertempuran belum lama ini, katanya.