Para pengamat tertarik melihat apakah oposisi dapat mengatasi rintangan di negara di mana pemimpinnya memiliki kontrol yang kuat.
Pada tahun, di mana republik Turki menandai ulang tahun keseratusnya, negara itu diawasi dengan ketat untuk melihat apakah oposisi yang bersatu dapat berhasil menggulingkan pemimpin yang semakin otoriter di negara anggota NATO itu.
Pemilihan presiden dan parlemen Turki, yang berlangsung pada Minggu (14/5), dapat memperpanjang pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan menjadi dekade ketiga-atau oposisi dapat mengatur negara ke arah yang baru.
Kemal Kilicdaroglu, pemimpin Partai Rakyat Republik kiri-tengah sekuler, atau CHP, adalah penantang utama yang mencoba menggulingkan Erdogan setelah 20 tahun menjabat. Pria berusia 74 tahun itu, adalah kandidat gabungan dari aliansi enam partai yang telah berjanji untuk membongkar sistem presidensial eksekutif yang dipasang Erdogan dan mengembalikan negara itu ke demokrasi parlementer dengan check and balances.
Selain aliansi oposisi, Kilicdaroglu telah meraih dukungan dari partai pro-Kurdi di negara itu, yang memperoleh sekitar 10% suara. Dan jajak pendapat telah memberinya sedikit keunggulan. Perlombaan ini sangat dekat, bagaimanapun, kemungkinan besar akan diputuskan dalam putaran kedua antara dua calon terdepan pada 28 Mei.
Erdogan, telah kehilangan pijakan di tengah ekonomi yang goyah dan krisis biaya hidup. Pemerintahannya juga telah dikritik karena tanggapannya yang buruk menyusul gempa dahsyat yang melanda Turki selatan dan menewaskan puluhan ribu orang pada awal tahun ini.