Audiensi publik atas dakwaan genosida pemerintah Myanmar di Rakhine akan diadakan dari 10 hingga 12 Desember.
Aung San Suu Kyi akan bepergian ke Den Haag untuk membela pemerintahannya atas tuduhan melakukan genosida. Pemimpin de facto Myanmar, yang dulu dikenal sebagai ikon demokrasi tetapi sekarang tercoreng oleh relasi dengan apa yang digambarkan penyelidik PBB sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, akan memimpin delegasi ke Mahkamah Internasional (ICJ) bulan depan.
Dalam bulan ini, Gambia, mengajukan dakwaan setebal 46 halaman ke badan kehakiman tertinggi PBB yang menuduh Myanmar melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan dan penghancuran komunitas di Negara Bagian Rakhine, termasuk terhadap etnis Rohingya. Proses persidangan kasus ini akan diadakan dari 10 hingga 12 Desember.
Lebih dari 700.000 anggota komunitas Rohingya, sebuah kelompok minoritas muslim, telah meninggalkan Rakhine sejak Oktober 2016 setelah pasukan keamanan Myanmar memulai operasi pembersihan pascaserangan oleh gerilyawan ke sejumlah pos polisi.
"Militer Myanmar secara sistematis menembak, membunuh, secara paksa menghilangkan, memerkosa, memerkosa secara beramai-ramai, melakukan pelecehan seksual, menahan, memukuli dan menyiksa warga sipil Rohingya serta menghancurkan rumah-rumah, masjid, sekolah, toko-toko dan Alquran," demikian bunyi tuduhan Gambia.
Suu Kyi menghabiskan beberapa tahun sebagai tahanan rumah di Myanmar karena berkampanye untuk demokrasi. Setelah kebebasannya, dia memenangi pemilu dan bertindak sebagai penasihat negara. Bagaimanapun, Suu Kyi tidak memiliki kontrol operasional atas militer.