Dua insiden yang terkait intoleransi antarumat beragama terjadi di Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan.
Beberapa waktu lalu, viral video di media sosial soal pembubaran jemaat Yayasan Persekutuan Oikumene Umat Kristen (POUK) Thesalonika oleh sekelompok orang di Desa Kampung Melayu Timur, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten dari salah satu rumah. Namun, menurut Kapolres Metro Tangerang Kota, Zain Dwi Nugroho, dikutip dari Antara, insiden itu adalah peristiwa lama yang sudah diselesaikan.
Pimpinan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Tangerang, KH. Maski, juga dilansir dari Antara menyebut, kejadian itu berlangsung paa akhir Maret 2024. Mediasi sudah dilakukan dan hasil pertemuan mengungkap, secara administrasi rumah yayasan itu belum memiliki persyaratan perizinan sebagai rumah ibadah yang disyaratkan dalam surat keputusan bersama (SKB) 2 menteri. Selain itu, Pemkab Tangerang memfasilitasi tempat ibadah sementara di aula lama Kantor Kecamatan Teluknaga.
Di samping insiden tersebut, pada awal Mei 2024 sejumlah mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (Unpam) diserang sejumlah warga saat tengah ibadah di rumah kontrakan di Tangerang Selatan. Akibat kejadian itu, beberapa orang terluka terkena sabetan senjata tajam.
Menanggapi kasus intoleransi yang terjadi belakangan di Tangerang Raya itu, Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan menilai, hal itu merupakan alarm untuk mewaspadai politik identitas yang bakal dimanfaatkan kontestan pilkada di Tangerang Raya dan Banten.
“Sebab, memang karakter Tangerang dan Banten ini serupa dengan Jawa Barat, yang banyak terdapat kalangan konservatif agama. Sebagaimana di Cilegon dan Serang,” ucap Halili kepada Alinea.id, Jumat (26/7).
Menurut Halili, kalangan konservatif agama sering bertindak intoleran di Banten. Terutama di Cilegon dan Serang. Selain itu, kata dia, kasus intoleransi di Tangerang Raya juga menunjukkan, ada persoalan pengelolaan keragaman yang buruk.
“Harusnya Banten sebagai daerah yang sangat berdekatan dengan ibu kota (Jakarta) menunjukkan gejala keberagaman sebagai etalase Indonesia,” ujar Halili.
Halili mengatakan, kasus intoleransi yang terjadi di Tangerang Raya bisa menjadi sinyal politis tertentu bagi kontestan yang ingin menggunakan politik identitas untuk kepentingan Pilkada 2024 di Tangerang dan sekitarnya.