Burnout ditentukan dari tiga komponen utamanya, yakni kelelahan, sinisme, dan ketidak efisienan secara profesional.
Ana Widiawati sudah tak bergairah bekerja. Padahal, baru satu bulan ia bekerja sebagai bagian pemasaran di salah satu lembaga bimbingan belajar di Kota Malang. Apalagi, pekerjaan itu merupakan pekerjaan perdananya usai lulus kuliah awal tahun ini.
Setiap hari Ana harus menjalani rutinitas masuk pukul 10.00 WIB, dan pulang pukul 20.00 WIB. Rutinitas itu semakin lama semakin membuatkan menjauh dari teman-temannya. Ia pun merasa tak lagi punya waktu untuk diri sendiri.
“Secara fisik, saya jadi mudah sakit dan enggak bertenaga. Di tempat kerja pun, semangat saya hilang perlahan karena ketidakjelasan antara hak dan tanggung jawab setiap karyawannya,” kata Ana saat dihubungi reporter Alinea.id, Senin (29/4).
Belum lagi, ia harus menemukan “drama-drama” di lingkungan tempat kerjanya. Ia semakin tak betah. Akibatnya, Ana merasa tertekan dan menunjukkan gejala depresi.
“Saya merasa sedih terus-terusan, setiap hari. Bahkan saya banyak nangis diam-diam di tempat kerja. Sering merasa putus asa juga, kayak enggak nemuin alasan buat hidup,” ujar Ana.