Lakon Domba-domba Revolusi dibawakan oleh dua grup teater dengan kemasan konteks latar waktu dan penyajian tata panggung berbeda.
Festival Teater Jakarta ke-46 yang diadakan 12–29 November 2019 menampilkan pementasan dari 15 grup teater se-DKI Jakarta. Dengan pilihan naskah drama yang tak dibatasi tema dan asalnya, tiga grup teater memilih membawakan kisah lakon Domba-domba Revolusi karangan B. Soelarto.
Ketiga grup itu ialah Teater Cahaya dari Jakarta Utara, Teater Ciliwung (Jakarta Selatan), dan Teater Petra (Jakarta Pusat). Mereka masing-masing mementaskan lakon Domba-domba Revolusi dengan kemasan konteks latar waktu dan penyajian tata panggung berbeda.
Alinea.id berkesempatan menyaksikan kedua pertunjukan yang dibawakan oleh grup Teater Ciliwung dan Teater Cahaya. Selasa malam lalu (19/11) di gedung Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM), Teater Ciliwung membawakan lakon ini dengan patuh pada latar waktu dalam naskah.
Kisah Domba-domba Revolusi berlatarkan masa revolusi tahun 1948. Keadaan genting membuat empat lelaki—politikus, pedagang, petualang, dan penyair—terpaksa bersembunyi dalam losmen milik seorang perempuan.
Dengan tata panggung, kostum, dan penuturan dialog sesuai dengan gambaran naskah aslinya, Teater Ciliwung mengantarkan perhatian penonton pada situasi masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Sesekali terdengar bunyi deru mesin helikopter mengudara, juga beberapa rentetan tembakan.