Dibutuhkan kerja sama berbagai sektor untuk melakukan penemuan kasus-kasus TBC di masyarakat.
Aspek keberlanjutan dibutuhkan dalam peningkatan kualitas serta infrastruktur kesehatan, terutama dalam menangani penyakit menular seperti Tuberkulosis (TBC). Saat ini, diperkirakan ada sekitar 824.000 penderita TBC di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam pidatonya dengan tema Sinergi Lintas Sektor dalam Upaya Percepatan Eliminasi TBC di Indonesia, yang disampaikan secara virtual, Senin (31/10).
“Dibutuhkan kerja sama berbagai sektor untuk melakukan penemuan kasus-kasus TBC di masyarakat. Indonesia membutuhkan sinergi lintas sektor seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, dan malnutrisi. Eliminasi TBC merupakan tanggung jawab kita bersama, seperti yang diamanatkan dalam Perpres No.67 Tahun 2021. Pada kesempatan yang baik ini, saya mengharap dukungan seluruh lapisan masyarakat, untuk mewujudkan eliminasi TBC di 2030,” jelas Budi Gunadi Sadikin.
Selain dari sektor kesehatan, sektor korporasi memegang peranan penting dalam mewujudkan Indonesia Bebas TB. Sektor korporasi memegang kendali atas perputaran siklus ekonomi. Ekonomi yang berkelanjutan berlandaskan pada dampak yang dihasilkan, tidak hanya soal profit (keuntungan) namun juga people (sumber daya manusia) dan planet (kelestarian lingkungan). Sektor korporasi memiliki kekuatan untuk membuat dampak perubahan besar relatif dengan waktu yang cepat.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto mengatakan, baru ada dua perusahaan yang masuk ke dalam Wadah Kemitraan Penanggulangan Tuberkulosis (WKPTB).
“Saat ini unsur swasta dan dunia usaha baru dua yaitu Medco dan Johnson & Johnson tercatat ada di dalam WPKTB. Ke depan diharapkan semakin banyak dunia usaha yang terlibat. Sebagian besar aktivitas WKPTB didanai oleh donor, hanya 10% yang mendapatkan pendanaan mandiri utamanya dari filantropi,” jelasnya.