Ghosting atau menghilang tanpa kabar dari sebuah hubungan adalah taktik pasif-agresif yang menyisakan luka dan lebam psikologis.
Chandra Dewi masih kesal mengingat-ingat mantan pacarnya, hubungan mereka pascaputus tidak berjalan baik. Tahun lalu, pacarnya tiba-tiba menghilang begitu saja dari kehidupannya. “Waktu itu aku sudah ngerasa nyaman sama dia, tiba-tiba dia ngilang, enggak pernah kontak-kontakin aku lagi,” ceritanya.
Dewasa ini, saat perkembangan teknologi komunikasi memberikan kesempatan untuk saling terhubung, tapi itu juga membuat pelaku ghosting dengan mudahnya menyetop komunikasi. Satu setengah bulan setelah itu, Chandra mengambil keputusan, mereka harus bertemu.
“Aku ajak dia bertemu dan memutuskan hubungan kita berakhir saja,” ujarnya. Beberapa minggu setelah mereka putus, Chandra mengetahui mantan pacarnya akan menikah dengan orang lain dalam waktu dekat.
“Cara dia ingin putus dengan ngilang gitu menurutku pengecut sih ya,” katanya. Perlakuan ghosting yang diterima Chandra dari pacarnya membuat dirinya merasa tak dihargai dan dipermainkan. Ghosting terjadi ketika dua orang yang menjalin hubungan dan telah bertemu beberapa kali, salah satunya menghilang begitu saja seperti hantu.
Ghosting seperti yang dilakukan mantan Chandra bukanlah hal baru. Sejak lama orang-orang menghilang dari sebuah hubungan. Di masa kiwari, dilansir dari laman Psychology Today, hampir 50% perempuan dan laki-laki yang menjalin hubungan, pernah mengalami ghosting. Walaupun fenomena ghosting terlihat umum, efeknya bisa sangat menghancurkan dan membahayakan orang-orang yang memiliki kepercayaan diri rendah.