Alfi juga rajin membincangkan yang noninderawiah, mahir menyentuh spiritualitas dengan hidup mengingat kematian.
Pada minggu pertama Juli 2020 ini, program #Basri Menyapa Seri 4 berbincang dengan seniman Jumaldi Alfi mengenai pergulatan estetis tentang apa itu seni, lukisan dan dirinya sebagai subyek pencipta.
Dengan konteks globalisasi, Alfi dan lukisannya gigih mengorek masa lalu, menghubungkannya dengan pengalaman individual hari ini serta beririsan ingatan tentang Indonesia-Jakarta, Sumatera Barat, Yogyakarta, Berlin, New York sampai Singapura dan Malaysia, tempat-tempat yang sempat dikunjungi, dengan bingkai semacam sejarah personal pun komunal. Ia memampukan diri menghubungkan jarak batiniah menjadi terepresentasikan secara fisik.
Dalam sejarah, disepenjuru hitungan alaf, krisis mengakibatkan manusia terpapar derita dan mampu mengubahnya seketika. Demikian pula seniman, yang memang takdirnya membawa mereka suntuk menandai zaman beradaptasi pada realitas anyar.
Jumaldi Alfi tahu benar pandemi mencipta krisis, dan beberapa tahun terakhir ia makin matang menuruni palung-palung pergulatan estetis tentang apa itu seni, lukisan dan dirinya sebagai subjek pencipta.
Ia perlahan menanggalkan yang diluar, kulit-kulit ari. Dalam relasi pengertian ini, malahan ia “selamat” di masa pandemi. Berkah yang tetiba menyapa. Sebagai subyek, ia mampu melepas perlahan otoritasnya sebagai pencipta namun setara dengan obyeknya, yakni lukisan yang memberinya“kebebasan berbicara” pada penciptanya.