Pemerintah menganggap gim arkade atau dingdong penyebab rusaknya mental remaja dan sarana perjudian.
Awal 1980-an, anak-anak dan remaja kota keranjingan mainan baru: video game. Kala itu, dikenal jenis video computer game (VCS), game & watch—lidah kita menyebutnya jimbot, dan arcade game (gim arkade). VCS dan game & watch merupakan konsol pribadi, yang saat itu hanya bisa dimiliki keluarga berada karena harganya yang mahal.
Sedangkan gim arkade, yang berbentuk mirip lemari dengan panel kontrol di bawah layar monitor dan hanya bisa dioperasikan dengan memasukkan uang logam Rp50 bisa disewa di ruang publik, seperti pasar, pusat perbelanjaan, restoran, ruko, bioskop, pusat permainan anak.
Tangan-tangan pemain mesti tangkas melawan mesin komputer lewat aneka gim yang punya nama keren-keren, misalnya Space Invaders. Di Indonesia, kelak mesin itu dikenal dengan dingdong.
“Karena mesin gim tersebut berbunyi ‘dingdong’ ketika koin dimasukan ke dalam mesin,” ujar Muhammad Abdul Karim, yang menulis skripsi Perkembangan Permainan Video Games dan Dampaknya terhadap Kehidupan Masyarakat Jakarta Tahun 1981-1998 (2019) di Universitas Indonesia, saat dihubungi Alinea.id, Senin (29/8).
Namun, dalam pemberitaan Suara Karya, 18 Desember 1981, dingdong merujuk pada jenis permainan gim biliar. Gim arkade disebut pula sebagai mesin ketangkasan.