Tradisi yang dianggap bagian dari kearifan lokal ini pada praktiknya dinilai melegitimasi kekerasan terhadap perempuan.
“… Berhenti membuat kami merasa seperti barang, yang bisa ditukar dengan hewan, yang dihargai hanya karena kami pung rahim.
Kalau bulan lalu ko kasih sa pung air mata tumpah ke muka bumi, ko kasih sa bulan paling hitam yang ada di dunia, sa tahu itu bukan akhir. Karena sekarang sa ada lihat cahaya. Sa punya banyak teman yang akan mendukung sa punya jalan. Sa pung bulan akan kembali terang.
Ini bukan akhir sa pung dunia.” (2020: 147)
Magi Diela diculik. Adalah teman masa kecil ayahnya, Leba Ali, yang melarikannya secara paksa. Lelaki itu sudah beristri, tapi tetap menginginkan tubuh Magi. Menolak tunduk pada si mata keranjang, Magi memilih jalan pintas. Bunuh diri. Nyawa Magi berhasil diselamatkan. Kasus penculikannya sampai ke tangan polisi. Namun, Leba Ali lolos dari jerat hukum.
Alih-alih geram pada peristiwa nahas yang menimpa anaknya, ayah Magi justru menganggap penolakan Magi pada Leba Ali adalah aib. Bila pernikahan gagal, itu sama artinya dengan ‘bencana’. Magi tak bisa membayangkan seperti apa masa depannya kelak.