Penelitian membuktikan, lagu sedih justru membuat pendengarnya menjadi bahagia dan terhibur.
Tahun 1988, saat perayaan ulang tahun TVRI ke-26, Menteri Penerangan Harmoko pernah memberikan instruksi melarang pemutaran lagu-lagu berlirik cengeng. Larangan itu dikeluarkan Harmoko, ketika meledak lagu “Hati yang Luka” yang dinyanyikan Betharia Sonata. Harmoko menilai, lagu tersebut merusak semangat pembanguann yang tengah digelorakan Orde Baru.
Kini, lagu-lagu sedih malah banyak didengar orang. Lagu milik Ghea Indrawari berjudul “Jiwa yang Bersedih” misalnya. Sejak diunggah di YouTube lima bulan lalu, sudah ditonton lebih dari 60 juta kali dan masuk urutan ke delapan terpopuler soal video musik. Begitu pula lagu “Runtuh” yang dinyanyikan Feby Putri bersama Fiersa Besari, sudah ditonton lebih dari 57 juta orang di YouTube.
Apakah lagu sedih memang bisa merusak semangat, seperti yang dipercaya Harmoko? Atau sebaliknya?
Imran Noorani, seorang psikolog di Child Development Center Sir Ganga Ram Hospital, New Delhi, dalam artikel Anjuri Nayar Singh di Health Shots, justru mengemukakan, lagu-lagu sedih sebenarnya dapat memunculkan perasaan bahagia atau lega pada seseorang yang mendengarkannya. Fenomena ini dikenal sebagai paradoks of the sad song.
Psikolog sekaligus Direktur Center for Progressive Development di Washington, Douglas LaBier dalam tulisannya di Psychology Today, 28 April 2022 mengatakan, mendengarkan lagu sedih bisa membantu seseorang merasa bahagia dan kembali ada harapan dalam hidupnya.