Ketimpangan oksigen medis sangat terasa kala pandemi Covid-19 melanda beberapa tahun lalu.
Setiap tahun, sekitar 374 juta anak-anak dan orang dewasa membutuhkan oksigen medis untuk bertahan hidup. Kebutuhan ini terus meningkat, tetapi hanya satu dari tiga orang yang bisa mendapat perawatan yang menyelamatkan nyawa ini di negara-negara miskin.
Pada puncak pandemi Covid-19, ada jutaan orang di negara-negara miskin meninggal dunia sembari terengah-engah mencari oksigen medis, yang kekurangan pasokan. Akses terhadap oksigen medis yang aman dan terjangkau sangat terbatas di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pandemi Covid-19 menyingkap kekurangan oksigen medis, yang menyebabkan kematian banyak orang.
Penelitian yang diterbitkan di jurnal The Lancet Global Health (17 Februari 2025) mengungkap rencana untuk mengatasi krisis ini. Para peneliti menyebut, sasaran untuk akses universal, peta jalan nasional, serta perawatan yang lebih terjangkau dan mudah diakses sangat penting membantu masalah kesenjangan oksigen medis yang memengaruhi lebih dari separuh populasi dunia.
Laporan penelitian itu menulis beberapa kasus oksigen medis yang sangat dibutuhkan di dunia. Misalnya, seorang anak yang menderita penyakit paru-paru kronis di Chili, yang hidupnya bergantung pada oksigen mirip ransel yang dibawa ke manapun.
Di Sierra Leone, sebelum pandemi Covid-19, hanya ada satu rumah sakit umum yang punya pabrik oksigen. Lalu di Pakistan, seorang pria dengan penyakit paru-paru kronis mengatakan, dia tetap ada di dalam rumah dan menghindari tangga untuk menghindari paru-parunya pecah akibat tekanan. Dia harus meminjam uang dari teman dan keluarga untuk membayar biaya perawatan di rumah sebesar 18.000 dollar AS. Di Ethiopia, seorang dokter terpaksa mengambil oksigen dari satu pasien untuk merawat pasien lain yang kondisinya lebih kritis.