Virus Marburg tergolong ganas, cepat menular, dan gejalanya mirip demam berdarah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan temuan virus Marburg yang terdeteksi di Gueckedou, Afrika Barat pada 10 Agustus 2021 lalu. Belakangan ini virus Marburg memang ramai diperbincangkan masyarakat global, termasuk mempertanyakan sebenarnya virus apakah ini? bagaimana gejalanya?.
Dilansir dari laman resmi WHO, virus Marburg tergolong ganas, cepat menular, dan gejalanya mirip dengan demam berdarah. Bahkan, virus ini memiliki rasio kematian hingga 88%. Virus yang mirip dengan Ebola ini pertama kali terdeteksi di Marburg (Jerman) dan Frankfurt (Serbia) tahun 1967 silam.
Wabah ini berkaitan dengan pekerjaan laboratorium yang menggunakan monyet hijau Afrika (Cercoopithecus Aeethiops) yang diimpor dari Uganda. Pada tahun 2008, terdapat dua kasus independen dilaporkan oleh pelancong yang mengunjungi gua yang dihuni koloni kelelawar Rousettus di Uganda.
Manusia dapat terinfeksi oleh virus Marburg karena kontak yang terlalu lama dengan tambang atau gua yang dihuni koloni kelelawar Rousettus. Setelah seseorang terinfeksi, Marburg dapat menyebar melalui penularan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung (melalui kulit yang rusak atau selaput lendir) dengan darah, sekresi, organ atau cairan tubuh lain dari pasien yang terinfeksi, dan dengan permukaan dan bahan, misalnya tempat tidur dan pakaian yang terkontaminasi cairan ini.
Gejala virus Marburg
Terdapat beberapa gejala yang dapat diidentifikasi akibat terpapar virus Marburg, di antaranya demam tinggi, sakit kepala parah, malaise parah, dan nyeri otot. Pada hari ke-3, pasien yang terinfeksi dapat mengalami diare kronis, kram perut, dan mual serta muntah.
Diare yang dialami saat terinfeksi virus Marburg bisa bertahan selama seminggu. Pada fase ini, mata akan mencekung ke dalam, wajah tanpa ekspresi, dan mengalami kelesuan yang ekstrem. Selanjutnya, ruam yang tidak gatal dapat muncul antara 2 sampai 7 hari setelah timbul gejala.