Kenaikan harga obat bakal membebani kelompok masyarakat yang rentan miskin.
Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% per 1 Januari 2025 dikhawatirkan akan berdampak pada produk-produk farmasi, terutama obat-obatan. Selama ini, obatan-obatan yang diperoleh di luar pemberian jasa kesehatan di rumah sakit, klinik, atau puskesmas masuk dalam kategori barang kena pajak (BKP).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan belum ada daftar resmi barang-barang dan jasa apa saja yang tak bakal kena PPN baru. Namun, ia memastikan jasa kesehatan termasuk salah satu produk yang tetap tak dikenai pajak, serupa dengan jasa pendidikan dan barang kebutuhan pokok yang nonpremium.
Adapun barang kategori mewah yang bakal kena PPN 12% semisal beras premium, buah-buahan premium, jasa pendidikan premium, jasa pelayanan kesehatan medis premium atau VIP, dan listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3500 hingga 6600 VA.
"Kami akan menyisir untuk kelompok harga barang dan jasa yang masuk kategori barang dan jasa premium tersebut,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12).
Direktur Kalbe Farma Kartika Setiabudy mengaku masih menunggu kepastian dari pemerintah terkait status obat-obatan yang kena pajak. Sejauh ini, ia berniat untuk mempertahankan agar harga obat-obatan yang dijual tak naik.