Seiring pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat di masa awal Orde Baru, orang-orang kaya baru bermunculan dan pamer harta.
Akhir 1960 hingga awal 1970, Orde Baru di bawah Soeharto berusaha membangkitkan kembali perekonomian yang hancur warisan pemerintahan Sukarno. Orientasi pembangunan sejak 1966, sebut tokoh koperasi Adi Sasono dalam “Minyak dan Berlanjutnya Ketergantungan pada Luar Negeri” di Prisma, April 1978, ada empat sumber pembelanjaan, yakni tabungan nasional, bantuan atau utang luar negeri, penanaman modal asing, dan ekspor bahan mentah.
Soeharto juga menerapkan kebijakan ekonomi pintu terbuka, yang mengundang perusahaan asing berinvestasi di Indonesia. “Hanya dalam waktu beberapa tahun, para teknokrat Orde Baru mampu membalikkan kondisi ekonomi,” tulis peneliti dan akademikus Susan Blackburn dalam Jakarta Sejarah 400 Tahun (2011).
Munculnya OKB
Sebagai ibu kota negara, perekonomian Jakarta pun ikut terkerek dari peningkatan besar-besaran pemerintah pusat, yang menurut Susan didapat dari pajak-pajak perusahaan dan pembangunan kantor para investor asing. Dalam periode 1967 hingga 1971, Jakarta mendapat 63% proyek investasi asing berupa perusahaan manufaktur.
Beriringan dengan pembangunan ekonomi besar-besaran itulah muncul orang kaya baru alias OKB. Direktur Departemen Perubahan Politik dan Budaya dari Centre for Development Research University of Bonn Jerman, Solvay Gerke, dikutip dari buku sejarawan Bedjo Riyanto berjudul Siasat Mengemas Nikmat (2019), mendefinisikan dua kategori kelas sosial di masa awal Orde Baru, yakni golongan cukupan (menengah baru) dan orang kaya.