Sindrom patah hati atau kardiomiopati takotsubo diterangkan pertama kali pada 1990 di Jepang.
Tak jarang kita mendengar, ada orang yang melakukan tindak bunuh diri karena alasan patah hati. Patah hati memang menimbulkan perasaan emosional yang sesak. Konselor dan profesor di Northern Illinois University, Suzanne Degges-White dalam Psychology Today mengatakan, ketika kita mengalami tekanan psikologis, hal ini memicu bagian otak yang sama dengan respons bahaya fisik.
Dengan kata lain, tekanan emosional dapat dirasakan secara fisik dan patah hati menyebabkan rasa sakit fisik. Misalnya, pada orang tertentu, bisa saja menimbulkan gangguan pencernaan.
Dalam dunia medis, dikenal sindrom patah hati atau kardiomiopati takotsubo atau kardiomiopati stres. Istilah takotsubo berarti perangkap gurita. Bentuknya mirip dengan penampakan balon apikalsistolik pada ventrikel atau bilik jantung kiri. Menurut penulis Thomas R. Verny, dikutip dari Psychology Today, kardiomiopati takotsubo diterangkan pertama kali pada 1990 di Jepang.
“Kondisi ini biasanya disebabkan stres emosional atau fisik yang parah, seperti penyakit yang tiba-tiba, kehilangan orang yang dicintai, kecelakaan serius, atau bencana alam,” kata Verny.
Pemicu fisik yang sering dikaitkan dengan sindrom patah hati, menurut Verywell Health, antara lain trauma pembedahan, serangan asma, penyakit mikrovaskuler yang memengaruhi kesehatan pembuluh darah, diabetes, depresi, penggunaan narkoba, perubahan hormonal, serta kelainan genetik.