Baru-baru ini, riset yang diterbitkan di jurnal BMJ menemukan polusi dan kebisingan terkait dengan infertilitas.
Jakarta memiliki tingkat kesuburan terendah di antara sejumlah provinsi di Jawa. Dikutip dari Analis Tematik Kependudukan Provinsi DKI Jakarta: Potret Fertilitas, Mortalitas, dan Migrasi Penduduk Jakarta, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, berdasarkan hasil long form sensus penduduk 2020 skor angka kelahiran di Jakarta hanya 1,75. Skor itu di bawah Yogyakarta (1,89), Jawa Timur (1,98), Banten (2,01), Jawa Tengah (2,09), dan Jawa Barat (2,11).
Angka fertilitas di Jakarta terus menurun dalam lima dekade terakhir. Pada 1971, angka kelahiran di Jakarta sebesar 5,18—seorang perempuan melahirkan sekitar lima anak selama masa reproduksinya. Angka kelahiran terendah terdapat di Jakarta Pusat, dengan skor 1,54. Lalu, Jakarta Selatan (1,65), Jakarta Timur (1,77), Jakarta Barat (1,80), Jakarta Utara (1,87), dan Kepulauan Seribu (2,16).
Fertilitas di Indonesia kerap dikaitkan dengan pendidikan, tingkat pendapatan atau pengeluaran, dan penggunaan alat kontrasepsi oleh perempuan usia 15-49 tahun. Di Jakarta, bisa jadi rendahnya angka kelahiran disebabkan polusi udara dan kebisingan lalu lintas jalan.
Sebuah riset oleh para peneliti asal Denmark yang diterbitkan jurnal BMJ (September, 2024) menemukan, polusi udara terkait dengan risiko kemandulan yang lebih tinggi para pria, sedangkan kebisingan atau polusi suara terkait dengan risiko kemandulan yang lebih tinggi pada perempuan.
Penelitian ini mengambil data 526.056 pria dan 377.850 perempuan berusia 30 hingga 45 tahun yang memiliki kurang dari dua anak, hidup bersama atau menikah, dan pernah tinggal di Denmark antara tahun 2000 dan 2017.