Mayoritas gen Z tak lagi mempertimbangkan untuk bikin resolusi awal tahun.
Sebagian orang mungkin menjadikan resolusi tahun baru sebagai tradisi di awal tahun yang harus disiapkan. Sebagian lainnya mengindahkannya atau mulai meninggalkannya. Ada pula yang bahkan membencinya. Namun, hampir semua orang secara tak sadar menjalankan atau merencanakan resolusi tahun baru.
Mulanya, resolusi tahun baru dijalankan dengan niat yang optimistis. Namun, riset menunjukkan hanya sebanyak 64% individu yang mampu meneruskan resolusi tahun baru itu hingga bulan ketiga. Kebanyakan orang gagal menjalankan resolusi tahun baru mereka pada bulan Februari. Hanya sedikit yang mampu menuntaskan resolusi tahun baru hingga akhir.
Lantas untuk apa kita punya tradisi semacam itu? Menurut catatan sejarah, tradisi resolusi tahun baru ternyata dimulai sekitar 3.000 hingga 4.000 tahun yang lalu oleh orang-orang Babilonia (sekarang Irak dan Suriah).
Profesor teologi dari University of Birmingham, Candida Moss mengatakan
resolusi tahun baru menjadi bagian dari festival Akitu yang dirayakan setiap April, bulan pertama dalam kalender kaum Babilonia. Festival Akitu merupakan perayaan pembuka musim bercocok tanam.
"Sebagaimana festival-festival tahun baru kuni lainnya, Akitu merayakan penciptaan dan kesuburan, baik untuk pertanian maupun dalam skala kosmik," jelas Moss seperti dikutip dari CNN.