Bagaimana menciptakan sosok humanis dalam penjahat sekaliber Thanos di "Avengers: Infinity War"?
(Awas spoiler!)
Ada alasan mengapa saya lebih menggemari superhero dan villain besutan DC, dibanding Marvel Cinematic Universe (MCU). Sebab, karakterisasi di DC tak monolitik, sesederhana hitam putih, serta tak ada dikotomi jahat dan baik. Dalam DC, semua batasan itu ditabrak, karakter satu sama lain pun begitu sumir. Alhasil villain seperti Joker bisa jadi tokoh paling protagonis menurut saya, karena mengebiri sindikat mafia, ya kendati kerap dibumbui anarkisme dalam aksinya.
Saat menonton “Avengers: Infinity War”, mulanya saya pesimis film ini akan menyuguhkan cerita yang sangat biasa ala crossover event MCU. Sebanyak 22 superhero dari berbagai galaksi bersatu melawan penjahat “Si itik ungu buruk rupa” bernama Thanos yang digdaya, laiknya Dormammu atau Galactus. Lalu saya sibuk menduga akhirnya, penjahat akan tumbang dihajar Avengers dan sekutunya dari Guardian of Galaxy, prajurit Wakanda, Doctor Strange, dan lainnya. Ternyata dugaan saya meleset. Ini film gila, eksperimen perdana MCU yang berani membuat tokoh antagonisnya menang.
Menyaksikan Thanos menang dan meluluhlantakkan para superhero MCU membuat saya teringat film-film seperti “The Usual Suspect” (1994), “Se7en” (1995), atau “The Silence of the Lambs” (1991). Sebelas dua belas dengan ketiga film itu, meski seluruh upaya dikerahkan, the last man standing, yang tertawa paling akhir tetaplah penjahatnya. Sutradara Russo Brothers (“The Winter Soldier”, “Civil War”) benar-benar sukses membangun kekacauan besar ini. Tak heran jika banyak penonton gemas dengan jalinan cerita serta akhir film, yang membuat penjahat menang.
Menariknya, film yang menghabiskan budget CGI hingga US$400 juta tersebut tak mengajak penonton untuk menghakimi habis-habisan sosok Thanos. Ia justru dicitrakan sebagai sosok melankolik yang bisa meneteskan air mata saat ditinggal figur terkasih. Kehilangan serta kehancuran yang Thanos rasakan di akhir film, sama besarnya yang dirasakan para superhero. Bahkan ia bisa begitu saja menikmati matahari senja berwarna jingga dalam kesendiriannya. Romantis.