Legenda Marvel Comics, yang dari tangannya lahir karakter Spider-Man, Iron Man, Hulk, dan Black Panther itu akhirnya pergi.
“Aku selalu ingin membuat sesuatu yang lain, tapi terus berakhir sebagai komik.”
Demikian kata Stanley Martin Lieber alias Stan Lee pada suatu hari di 2015. Dalam wawancaranya dengan New York Times itu, ia mengisahkan karir di dunia komik yang telah membesarkan namanya.
Mulanya adalah dipaksa membaca. Ulah Lee kecil yang lebih senang membaca label di botol kecap saat makan siang bareng keluarga, membuat ibunya Celia Lieber punya ide lain. Celia membuat dudukan dari baja yang bisa ditaruh di atas meja. Di dudukan itulah, Celia silih berganti menempatkan buku-buku hadiah Natal, agar Lee mau berpaling dari tulisan di botol kecap.
Dari situlah, pria kelahiran 28 Desember 1922 ini jadi doyan melahap pelbagai buku. Stephen King, H.G Wells, Arthur Conan Doyle, dan Charles Dickens jadi penulis favoritnya. Ia mengaku sangat terobsesi pada cerita-cerita yang sarat petualangan dan misteri. Namun, jika kamu bertanya dari mana ia memasukkan aksi-aksi menegangkan dalam karyanya, mungkin Lee akan menjawab, dari film Bruce Lee yang kerap ia tonton.
Lee memang tak langsung menggambar komik. Kariernya dimulai dari menjadi asisten divisi komik di perusahaan majalah pulp dan buku Timely Publication, milik Martin Goodman pada 1939—cikal bakal Marvel Comics. Debut komiknya sendiri tercatat dua tahun berselang. Ia membuat “Captain America Foils the Traitor’s Revenge”, dalam komik Captain America Nomor 3 edisi Mei. Sejak itu pula ia menyingkat namanya jadi Stan Lee, alih-alih nama aslinya.