Saat ini, di Jerman tengah musim panas sehingga puasa bisa mencapai 18 - 19 jam.
Bulan ramadan sangat dinanti-nantikan umat Muslim di seluruh dunia. Berbagai persiapan dilakukan agar ibadahnya berkah. Suka cita menyambut Ramadan sangat berasa di Indonesia. Begitu pula dengan tradisi-tradisi unik yang perlahan happening. Mulai dari ngabuburit, hunting takjil atau tarawih bergilir di masjid-masjid.
Berbeda dengan beberapa pelajar Indonesia yang berada di luar negeri. Menjalankan ibadah puasa di negara orang memang ada saja rintangannya. Apalagi di negara yang minoritas penduduknya merupakan pemeluk agama Islam. Terlebih, bulan puasa saat ini merupakan musim panas sehingga waktu puasa pun lebih panjang.
Salah satunya adalah Bintang Dinanti Yanda, seorang pelajar Indonesia di Jerman. Dirinya mengaku ini adalah kali pertamanya puasa di negeri orang. Banyak sekali perbedaan yang dialami saat puasa antara di Indonesia dan Jerman. Hal itu sedikit menyulitkan bagi dirinya untuk beradaptasi, namun tak mengurungkan niatnya untuk menjalankan puasa.
Bintang mengatakan, datangnya bulan ramadan di Jerman sama sekali tidak terasa euforianya. Puasa juga terasa lebih berat. "Karena hidup di lingkungan minoritas muslim, jadi tentunya banyak godaan dan cobaan karena mayoritas tidak puasa. Masyarakat di Jerman juga tidak mengerti apa itu puasa," kata Bintang kepada Alinea.
Bulan ramadan kali ini jatuh pada bulan Mei-Juni. Di Jerman, tengah musim panas, dimana siang hari lebih panjang. Puasa di Jerman bisa mencapai 18 - 19 jam. Buka puasa baru dilakukan pukul 21.30 (waktu Jerman), sedangkan subuh pukul 02.40 (waktu Jerman). Sehingga, waktu berbuka dan sahur sangat berdekatan. Tak jarang Bintang berbuka puasa sekaligus sahur.