Sosial dan Gaya Hidup

Sultan Agung: Drama tanggung dan ambisi Hanung

Sultan Agung adalah usaha ke-6 sutradara Hanung Bramantyo membuat karya biopik.

Senin, 03 September 2018 11:33

"Sultan Agung" adalah usaha ke-6 sutradara Hanung Bramantyo membuat karya biopik. Film-film yang berkisah tentang kerajaan di Indonesia masih terbilang relatif sedikit jumlahnya dibandingkan dengan drama-drama percintaan. Walaupun mengambil kisah sejarah kerajaan Mataram, tentu kita tak boleh percaya sepenuhnya pada apa yang terjadi di film.

Cerita dari "Sultan Agung" sendiri bermula dengan kisah Mas Rangsang (Marthino Lio) yang menimba ilmu di Padepokan Jejeran dengan berguru kepada Kyai Jejer (Deddy Sutomo). Di padepokan tersebut, ia berjumpa dengan cinta masa remajanya, Lembayung (Putri Marino).

Ia terpaksa meninggalkan Lembayung karena ayahnya Panembahan Hanyokrowati wafat. Mas Rangsang pun tak bisa menolak permintaan Ki Juru Mertani (Landung Simatupang) yang memintanya naik sebagai raja. Pasalnya, jika kekuasaan jatuh pada Pangeran Martopuro yang memiliki keterbatasan mental, Mataram bakal tamat.

Mas Rangsang akhirnya naik takhta, dengan nama Susuhunan Hanyokrokusumo (Ario Bayu). Scene beralih dan raja baru tersebut langsung menghadapi dua utusan VOC yang menawarinya bekerja sama, permintaan bekerja sama itu ditolak mentah-mentah oleh Susuhunan Hanyokrokusumo. Di situ ia mencium niat buruk VOC yang bakal menjadikan Mataram sebagai budak mereka.

Di titik itulah, Susuhunan Hanyokrokusumo memutuskan menyerang Batavia dengan mengirim segenap tentara Mataram serta rakyat jelata yang terkena wajib militer. Dua gelombang penyerbuan yang dilakukan Susuhunan Hanyokrokusumo menemui kegagalan. Berbulan-bulan lamanya proses tersebut ditampilkan oleh hanung dengan perdebatan, keragu-raguan, dan pengkhianatan.

Annisa Saumi Reporter
Purnama Ayu Rizky Editor

Tag Terkait

Berita Terkait