Sosial dan Gaya Hidup

The Storied Life of A.J. Fikry: Ketika si snob bicara buku

Pencinta buku bisa menjadi orang paling menyebalkan dan snob ketika mereka mulai berbicara tentang buku. A.J. Fikry salah satunya.

Senin, 13 Agustus 2018 16:57

Pencinta buku bisa menjadi orang paling menyebalkan dan snob ketika mereka mulai berbicara tentang buku. Mereka bisa mengolok-olok selera membaca orang lain dan berubah menjadi sinis, kala melihat buku yang tak disenanginya. A.J. Fikry salah satu orang itu.

“The Storied Life of A.J. Fikry” adalah cerita tentang laki-laki paruh baya yang memiliki toko buku independen di Pulau Alice, Massachusets. Dua tahun belakangan ia depresi, kesepian, dan sinis karena istrinya meninggal. Usaha toko bukunya mendekati kebangkrutan, karena ia hanya menyetok buku-buku yang menurut seleranya baik, dan kebanyakan adalah buku-buku tua.

Fikry seorang snob yang menyebalkan ketika berbicara buku. Ia tidak menyukai latar postmodern, pasca-apokaliptik, realisme magis, genre yang campur aduk ala novel-novel detektif, buku anak-anak khususnya dengan tokoh yatim piatu, genre young adult, buku yang tebalnya melebihi 400 halaman atau di bawah 100 halaman, novel yang ditulis oleh ghost writer, buku dengan sampul wajah selebriti, memoir olahraga, edisi cover film, dan vampir.

Dengan selera snob semacam itu, tak mengherankan kemudian toko bukunya hanya memiliki beberapa pelanggan tetap. Fikry pun hanya memiliki sedikit teman. Pada suatu pagi setelah mabuk-mabukan menghilangkan kesedihan, barang paling berharganya edisi pertama “Tamerlane” yang langka, karya Edgar Allan Poe, dicuri dari toko bukunya. Beberapa saat setelah itu, Fikry juga dikejutkan dengan anak kecil yang ditinggalkan ibunya pada bagian buku anak-anak di toko bukunya.

Perlahan, karakter A.J. Fikry berubah lantaran dua hal. Pertama, setelah merawat Maya, bayi yang ditinggalkan ibunya. Kedua, pertemuannya kembali dengan Amelia, sales buku yang sempat diomelinya pada bagian awal buku. Kadar snob yang dimiliki Fikry pelan-pelan berkurang dan tanpa disengaja, ia mulai membangun kultur membaca di Pulau Alice. Fikry pun mulai membuka toko bukunya bagi warga Pulau Alice yang ingin mengadakan diskusi buku. Klub-klub baca mulai bermunculan di Pulau Alice.

Annisa Saumi Reporter
Purnama Ayu Rizky Editor

Tag Terkait

Berita Terkait