Buku Sang Patriot; Kisah Seorang Pahlawan Revolusi ditulis enam penulis.
Nama Kapten Anumerta Pierre Andries Tendean (1939-1965) tercatat dalam sejarah, lantaran menjadi salah satu korban pembunuhan perwira militer pada 1 Oktober 1965 dini hari—versi rezim Orde Baru 30 September 1965. Ia menjadi ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution. Nahas baginya, di malam penculikan, ia ditangkap kelompok penculik, yang mengiranya Nasution.
Anehnya, meski wajah Nasution dan Pierre jelas sangat berbeda, para penculik tak mengenali detail wajah perwira tinggi militer yang hendak diculik. Meski dalam versi sejarah Orde Baru disebut, saat itu situasi gelap gulita.
Ia dibawa ke daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, bersama enam perwira tinggi lainnya. Di sana, mereka dibunuh, dan mayatnya dibuang ke sebuah sumur tua. Sedangkan Nasution berhasil melarikan diri. Bersama 10 perwira militer lainnya, Pierre dinobatkan sebagai Pahlawan Revolusi. Tujuh orang jenazahnya ditemukan di Lubang Buaya. Sedangkan tiga orang lainnya, yakni Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Satsuit Tubun wafat setelah baku tembak di rumah Nasution, serta Brigjen Anumerta Katamso Darmokusumo dan Kolonel Anumerta R. Sugiyono wafat di Yogyakarta.
Peristiwa kelam dan penuh kontroversi itu sudah terjadi 54 tahun silam. Buku-buku biografi Pahlawan Revolusi pun sudah beberapa yang terbit.
Biografi Ahmad Yani bisa dibaca dalam buku Profil Seorang Prajurit TNI (1990) karya Amelia A. Yani, Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani (2007) (kemudian terbit kembali dengan judul Jenderal (TNI) Anumerta Ahmad Yani; Sang Perwira di Tengah Badai Revolusi, 2016) karya Agus Salim, dan Ahmad Yani; Sebuah Kenang-Kenangan (1981) karya Ibu A. Yani.