Hingga saat ini hampir semua perusahaan e-commerce belum meraih profit. Bahkan, 16 di antaranya kini harus tumbang dan tersingkir.
Laporan Google, Temasek, dan Bain dalam e-Conomy SEA 2019 mencatat, nilai ekonomi e-commerce di Asia Tenggara tahun lalu berhasil melampaui travel online yang selama ini selalu menduduki posisi teratas dalam pangsa pasar ekonomi digital.
Sejak 2015, nilai penjualan e-commerce mampu melesat tujuh kali lipat dari US$5,5 miliar setara Rp77 triliun menjadi US$38 miliar setara Rp532 triliun pada 2019. Prediksinya, angka itu akan terus meningkat hingga menyentuh level $153 miliar setara Rp2,1 kuadriliun pada 2025, mengingat penetrasi internet yang bakal semakin gencar beberapa tahun mendatang.
Kendati demikian, di balik berkah pertumbuhan pasar e-commerce Asia Tenggara, rupanya ada beberapa sektor yang justru dirugikan. Tiga sektor yang paling terancam adalah elektronik, produk kecantikan, dan mode.
Di sisi lain, perkembangan e-commerce juga sejatinya dibarengi dengan persaingan yang semakin ketat. Bahkan—fakta yang sudah tidak mencengangkan lagi—hampir semua e-commerce saat ini masih dalam siklus ‘bakar uang’.
Artinya, sebagian besar e-commerce yang ada sekarang belum bisa mendapatkan laba. Sebagian besar dari mereka masih merangkak dan tertatih dalam mendaki persaingan pasar yang semakin terjal dan sulit dimenangkan.