Otoritas Jasa Keuangan merilis kebijakan untuk mengatur unitlink agar tak lagi merugikan nasabah.
Meski kontroversial, perkembangan asuransi unit link di tanah air cukup moncer. Produk asuransi non-tradisional ini mulai diperkenalkan pada 1999. Pada saat itu, tercatat hanya ada tiga perusahaan asuransi yang menawarkan produk unit link. Sementara pada 2002, tercatat ada 12 perusahaan penyedia produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) dan saat ini bertambah hingga lebih dari 50 perusahaan.
Pesatnya perkembangan unit link juga terlihat dari banyaknya jumlah pemegang polis asuransi unit link. Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada 2018 ada 6,76 juta orang tertanggung asuransi PAYDI. Setahun berselang, jumlahnya turun tipis menjadi 6,61 juta orang.
Sayangnya, pada 2020, jumlah pemegang polis unit link kembali menurun lantaran terimbas pandemi Covid-19. Saat itu, jumlah tertanggung asuransi unit link anjlok hingga hanya menjadi 4,2 juta orang saja.
Namun, dengan segera unit link dapat bangkit, sehingga pada 2021 jumlah tertanggung meningkat hingga 6,44 juta orang, dengan pendapatan premi sebesar Rp127,70 triliun. Dari capaian tersebut, tak heran jika unit link dapat berkontribusi hingga 62,9% dari total premi asuransi jiwa.
“Sedangkan produk tradisional hanya berkontribusi sebesar 37,1% dan tumbuh 11,41% dengan total Rp75,23 triliun,” kata Ketua Bidang Kanal Distribusi Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Elin Waty, dalam konferensi pers, Rabu (9/3) lalu.