Volume pengeras suara diatur sesuai kebutuhan, paling besar 100 desibel.
Seorang penasihat pemerintah Hindia Belanda sekaligus ahli agama Islam, Guillaume Frédéric Pijper, sudah melihat menara masjid yang dipasang pengeras suara untuk mengumandangkan azan pada 1930-an.
“Pijper menyaksikannya. Masjid Agung Surakarta adalah masjid pertama yang dilengkapi pengeras suara,” tulis Kees van Dijk dalam “Perubahan Kontur Masjid” di buku Masa Lalu dalam Masa Kini Arsitektur di Indonesia (2009), yang disunting Peter J.M. Naas.
van Dijk mengatakan, beberapa orang Barat pada masa kolonial tak suka mendengar suara keras azan. Pengeras suara juga dinilai mengganggu estetika sebuah masjid.
Seiring waktu, pengeras suara itu kemudian menjadi bagian penting sebuah masjid. Namun, barangkali pada masa kolonial hanya dipasang di masjid-masjid tertentu. Mayoritas hanya suara muazin, tanpa alat pengeras suara.