Hasil quick count atau hitung cepat yang dirilis beberapa lembaga survei mendapatkan protes dari kubu Prabowo-Sandiaga.
Peneliti di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati memandang, secara etika riset, quick count hanya sebagai data pembanding dan data kontrol terhadap real count.
“Tujuannya adalah mengantisipasi adanya temuan error dalam rekapitulasi suara. Jadi, quick count itu bukanlah sebagai hasil sementara pemilu,” tutur Wasisto saat dihubungi, Rabu (24/4).
Bukan kali ini saja hasil quick count memicu perselisihan dua kubu yang menjadi kontestan pemilu. Menurut Wasisto, hal itu pernah terjadi pada Pemilu 2014. Saat itu, Jaringan Suara Indonesia (JSI) dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) mengeluarkan hasil quick count yang berbeda.
“Ketika ditelusuri, kurang transparan. Sehingga dikeluarkan dari Persepi (Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia),” ucapnya.
Wasisto menyarankan, sebaiknya hasil quick count diumumkan sebagai hasil final, dan bukan hasil pembaruan data hingga 100%. Selain itu, menurut dia, dijelaskan secara gamblang jumlah sampling sebaran TPS per provinsi, dan bagaimana metodologi samplingnya.