Sarana kereta rel listrik (KRL) membutuhkan tambahan armada.
Kementerian Perindustrian yang semula menentang impor kereta bekas Jepang kini tengah menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hal ini terkait kemampuan INKA dalam memproduksi kereta.
“Kalau Pak Menteri (Menteri Perindustrian Agus Gumiwang) kan bilang tunggu diaudit dulu. (Kapan selesai) auditnya tanya BPKP,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Dody Widodo, di Jakarta, Selasa (14/3).
Terlepas dari itu, Kemenperin tetap menganggap bahwa opsi terbaik untuk memenuhi kebutuhan KRL khususnya di Jabodetabek ialah dengan meretrofit atau menambah teknologi baru pada kereta eksisting, alih-alih mengimpor kereta bekas Jepang. Pasalnya, dengan opsi retrofit, industri dapat menggunakan tenaga kerja sepenuhnya dari Indonesia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang menilai, yang lebih penting saat ini adalah pemerintah seharusnya dapat melakukan pengadaan KRL dalam waktu cepat. Dengan jangka waktu yang dijanjikan PT INKA terkait penyelesaian unit KRL baru yakni pada 2025-2026 nanti, retrofit jelas tidak bisa menjadi jawaban untuk pemenuhan kebutuhan unit kereta karena membutuhkan waktu sekitar 2 tahun.
“Padahal dalam dua tahun ke depan, di 2023-2024, kata KCI ada 29 kereta yang harus /dipensiunkan. Kalau tidak segera ada peremajaan (KRL), coba bayangkan bagaimana nanti padatnya kereta yang tersisa,” katanya.