Sebelum berganti menjadi berbahan kardus, kotak suara punya cerita di setiap zamannya.
Pada 4 April 1953, disahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 atau Undang-Undang Pemilu. Pemerintah lalu membentuk Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), sekarang disebut KPU. Menurut Faishal Hilmy Maulida dalam bukunya Di Balik Bilik Suara: Konstruksi Pemilu Pertama di Indonesia, 1953-1956, PPI dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 188 Tahun 1953 tertanggal 7 November 1953. Lalu, diputuskan S. Hadikusumo sebagai Ketua PPI.
Untuk melaksanakan Pemilu, tentu dibutuhkan logistik penunjang. Salah satunya kotak suara. Maka, pada 28 Agustus 1954, surat lampiran perusahaan-perusahaan yang menawarkan pembuatan kotak suara diterima PPI. Selain dari Jakarta, perusahaan-perusahaan dari kota lain, seperti dari Solo, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya, ikut tender ini.
Surat penawaran itu tercantum dalam ANRI, Inventaris Arsip Sekneg KPM, No. Arsip: 1913. Ada 35 perusahaan yang mengajukan penawaran. Mulai dari harga, durasi penyelesaian, hingga bahan yang digunakan, diajukan perusahaan-perusahaan untuk merayu PPI. Menariknya, ada pula perusahaan yang menawarkan pembuatan kotak suara, yang dikerjakan mantan pejuang perang.