Pembangunan infrastruktur ada di nomor tiga pemicu konflik agraria di Indonesia. Nomor pertama di sektor sektor perkebunan, lalu properti.
“4,5 tahun ini, hampir tidak terjadi konflik pembebasan lahan untuk infrastruktur kita. Karena tidak ada ganti rugi, adanya ganti untung,” kata calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo dalam debat kedua Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2).
Pernyataan itu dilontarkan Jokowi, menanggapi calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto terkait infrastruktur yang tidak melibatkan masyarakat. Pertanyaan Jokowi itu pun mendapatkan kritik oleh peneliti lembaga pelestarian sumber daya alam Auriga, Iqbal Damanik.
Menurut Iqbal, justru infrastruktur yang menjadi salah satu sektor pemicu munculnya konflik agraria. “Infrastruktur itu nomor ketiga latar belakang kasus konflik agraria di Indonesia,” kata Iqbal saat dihubungi, Selasa (19/2).
Dengan mengutip data Catatan Tahunan (Catahu) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) 2018, Iqbal menguraikan, sepanjang 2017 terjadi 208 konflik agraria di sektor perkebunan. Iqbal mengatakan, properti di posisi kedua, dengan 199 konflik (30%), dan infrastruktur di urutan ketiga dengan 94 konflik (14%).
Lebih lanjut, Iqbal menuturkan, tak sedikit kasus nyata konflik sebagai efek pembangunan infrastruktur. Bahkan, peran aparatur negara pun terlibat memperlebar konflik itu.