Ada beberapa pasal yang menjadi masalah di dalam RUU Ketahanan Keluarga.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga masuk program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020. Draf RUU Ketahanan Keluarga diinisiasi Netty Prasetiyani dan Ledia Hanifa dari fraksi PKS, Endang Maria Astuti dari fraksi Golkar, Ali Taher dari fraksi PAN, dan Sodik Mudjahid dari fraksi Gerindra.
Berdasarkan keterangan tertulis dari para pengusung, tujuan RUU Ketahanan Keluarga didasarkan fakta empiris terkait kerentanan keluarga Indonesia, seperti angka kematian ibu yang masih tinggi dan tempat tinggal tidak layak huni, meningkatnya angka perceraian, penggunaan narkoba, kasus pornografi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kejahatan seksual, penyimpangan seksual, serta penelantaran anggota keluarga.
Akan tetapi, RUU ini menuai kritik karena dianggap terlalu ikut campur ranah privat. Salah satu yang disoroti adalah Pasal 25, yang dianggap diskriminasi gender dan mengabaikan peran penting perempuan di dalam keluarga.
Di dalam pasal itu diatur soal peran suami yang berwenang menyelenggarakan resolusi konflik dalam keluarga, sedangkan istri sekadar mengurus perkara domestik, seperti memperlakukan suami dan anak dengan baik, memenuhi hak-hak suami dan anak, serta mengatur urusan rumah tangga.