Menristekdiksi M Nasir melontarkan gagasan-gasasan kontroversial. Salah satunya impor rektor. Padahal, banyak hal lain yang perlu dibenahi.
Wacana Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir lagi-lagi menuai kontroversi. Mantan Rektor Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, itu berencana mendatangkan rektor dari luar negeri untuk memimpin perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia.
Tujuannya, untuk meningkatkan ranking perguruan tinggi mencapai 100 besar dunia. Pemerintah menargetkan, pada 2020 sudah ada perguruan tinggi yang dipimpin rektor terbaik dari luar negeri, dan pada 2024 target itu meningkat menjadi lima PTN.
“(Kita nanti tantang calon rektor luar negerinya) kamu bisa tidak tingkatkan ranking perguruan tinggi ini menjadi 200 besar dunia. Setelah itu tercapai, berikutnya 150 besar dunia. Setelah ini 100 besar dunia. Nanti (dia harus meningkatkan) publikasinya, mendatangkan dosen asing, mahasiswa asing, bahkan mahasiswa Indonesia bisa kirim ke luar negeri,” kata Nasir, seperti dikutip dari rilis pers yang diterima Alinea.id, Sabtu (27/7).
Perguruan tinggi dalam negeri memang sulit menembus 100 besar world class university (universitas bertaraf dunia). Berdasarkan situs pemeringkatan resmi yang juga menjadi acuan Kementerian Riset, Teknologi, Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk mengukur kualitas perguruan tinggi di Indonesia, Quacquarelli Symonds (QS) World University Ranking, untuk tahun 2019 hanya ada tiga universitas dalam negeri yang masuk jajaran 200 dan 300 terbaik.
Tiga universitas tersebut, yakni Universitas Indonesia (peringkat 296 dunia), Universitas Gadjah Mada (peringkat 320 dunia), dan Institut Teknologi Bandung (peringkat 331 dunia).