Perusahaan ekonomi digital harus bersiap-siap mengubah strateginya agar bisa bertahan.
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan e-commerce Indonesia berjalan dengan sangat pesat. Hingga 2018, pangsa pasar e-commerce Indonesia sebesar US$12 miliar atau tertinggi se-Asia Tenggara. Angka tersebut melesat jauh dari 2015 yang membukukan penjualan senilai US$1,7 miliar.
Bahkan Google dan Temasek memperkirakan pada 2025 nilai penjualan e-commerce di Indonesia mencapai US$53 miliar. INDEF (2018) juga memprediksi jumlah penjualan e-commerce di Indonesia pada 2021 akan mencapai US$38 miliar.
Dari dua angka prediksi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pangsa pasar untuk e-commerce di Indonesia masih sangat besar. Masih ada ceruk konsumen yang bisa dinikmati perusahaan e-commerce baik yang sudah ada maupun yang akan masuk ke dalam pasar.
Namun, baru-baru ini sebuah isu dalam dunia e-commerce di Indonesia menyeruak. Isu tersebut adalah pengurangan jumlah karyawan salah satu e-commerce unicorn Indonesia, Bukalapak.
Bukalapak diduga akan mengurangi jumlah karyawannya yang saat ini berjumlah 2.696 orang. Sebenarnya angka tersebut masih lebih sedikit dibandingkan e-commerce besar seperti Tokopedia namun jumlah web visit mereka jauh lebih banyak dibandingkan Bukalapak. Maka bisa dibilang efektivitas pekerja di Tokopedia lebih tinggi dibandingkan Bukalapak jika dilihat dari kinerja web visit.