Proposional terbuka atau tertutup hampir selalu menjadi isu krusial di setiap pembahasan revisi undang-undang pemilu.
Wacana kembali ke sistem proposional tertutup bukan hal baru dalam iklim elektoral di Indonesia. Proposional terbuka atau tertutup hampir selalu menjadi isu krusial di setiap pembahasan revisi undang-undang pemilu. Namun, sekalipun hari ini revisi undang-undang pemilu belum di bahas, pasca Pemilu Serentak 2019 beberapa partai politik sudah mulai mengusulkan untuk merubah sistem pemilu proposional daftar terbuka ke daftar tertutup.
Pertanyaanya, mengapa buka tutup sistem pemilu proposional selalu menjadi perbincangan di setiap agenda penataan sistem pemilu? Bagaimana sesungguhnya proposional daftar terbuka dan daftar tertutup bekerja? Serta, kelebihan dan kekurangan apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan jenis sistem pemilu proposional? Untuk itu, tulisan ini paling tidak berusaha untuk mengelaborasi pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Ciri dan cara bekerja
Proposional daftar terbuka (open list proportional representation) dan proposional daftar tertutup (close list proportional representation) merupakan pilihan-pilihan dari dua variabel dasar sistem pemilu yakni metode pemberian suara dan penetapan calon terpilih. Dalam sistem pemilu proposional daftar terbuka surat suara berisikan logo partai politik dan nama-nama calon anggota legislatif (caleg) yang didaftarkan oleh partai politik di suatu daerah pemilih.
Pemilih diberikan kewenangan untuk memilih logo partai atau nama caleg secara langsung karena, dalam sistem pemilu proposional daftar terbuka penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak yang diperoleh kandidat. Sehingga ketika berdasarkan hasil konversi perolehan suara menjadi kursi partai politik tertentu mendapat dua kursi, maka caleg peraih suara terbanyak pertama dan kedua yang berhak untuk menduduki kursi legislatif tersebut.