Pemerintah berhutang ke beberapa BUMN strategis.
Hutang luar negeri pemerintah saat ini sangat besar, sudah lebih dari Rp5000 triliun. Tidak hanya itu, pemerintah juga berhutang ke beberapa BUMN strategis, seperti Pertamina senilai Rp96,5 triliun, PLN Rp48 triliun dan PT Pupuk Indonesia Rp17 triliun. Jika ditotal, keseluruhan total hutang pemerintah ke BUMN sebesar Rp161,5 triliun. Nilai hutang yang besar tersebut, tentunya sangat memengaruhi keberlangsungan usaha BUMN tersebut.
Hutang tersebut dalam bentuk subsidi pemerintah, yaitu subsidi energi dan subsidi pertanian yang belum dibayarkan. Kendati di atas kertas sudah dianggarkan di dalam APBN, tetapi hal ini membuktikan pemerintah sedang tidak memiliki kemampuan finansial dalam memberikan subsidi kepada rakyat.
Selain itu, kondisi tersebut berpotensi membuat BUMN tersebut tidak sehat dan mengalami kesulitan likuiditas. Bila hutang tersebut tidak segera dilunasi, dapat menyebabkan sejumlah BUMN strategis rugi yang berkepanjangan dan berpotensi kolaps alias bangkrut.
Hutang pemerintah kepada BUMN yang besar, diduga menjadi penyebab tidak turunnya harga BBM yang seharusnya mengikuti harga minyak mentah dunia yang sudah turun di bawah US$30 per barel. Selain itu, kita juga masih merasakan tarif dasar listrik dan harga pupuk yang tergolong mahal. Akibatnya harga barang dan jasa, serta harga sejumlah produk pertanian menjadi mahal. Situasi tersebut sekaligus menandakan bahwa program pembangunan pemerintah dan pengelolaan APBN tidak dikelola dengan baik.
Tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum wabah Covid-19 yang stagnan di angka 5%. Perekonomian Indonesia yang ditopang hutang luar negeri, ternyata tak mampu memberikan multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi. Hutang dalam negeri pemerintah berupa subsidi kepada BUMN tersebut pun bertambah besar pula dari tahun ke tahun. Ibarat pepatah yang mengatakan, nafsu besar tetapi tenaga kurang. Itulah julukan yang pas kepada pemerintahan untuk saat ini.