Sayangnya, dalam menanggapi aksi mahasiswa, pemerintah seolah seperti berhadapan dengan lawan politiknya.
Tidak banyak pemerintahan otoriter yang bisa selamat di era tsunami informasi saat ini. Kalaupun ada, pemerintahan tersebut akan terus mendapat perlawanan, baik dari dalam maupun dari pihak luar seperti organisasi HAM dunia dan negara-negara demokratis yang kuat.
Terlebih lagi bagi negara yang sudah menerapkan sistem demokrasi, pendekatan represif penguasa terhadap rakyat yang mengkritik dan memberontak memang cara yang bertentangan dengan asas-asas demokrasi sendiri.
Tidak ada asap jika tidak ada api. Begitulah kira-kira fenomena tuntutan masyarakat terhadap pemerintah. Gejolak yang terjadi di masyarakat yang menuntut sesuatu kepada pemerintah akan terjadi atas dasar ketidakadilan atau perasaan ketidakadilan. Sebagaimana mantan Sekretaris Negara Amerika Serikat, John F Dulles pernah mengatakan bahwa antara perdamaian dan keadilan tidak akan bisa dipisahkan.
Walaupun, aksi-aksi massa diduga kerap ditunggangi oleh kepentingan politik golongan oposisi, namun tanpa latar belakang permasalahan yang jelas, hal tersebut akan sangat sulit terjadi. Jikapun bisa, maka kualitas dan kuantitasnya akan sangat kecil.
Ketika pemerintah menyadari masih ada kekurangan yang terjadi di negara yang dipimpin dan rakyat mulai menuntut perbaikan, maka pendekatan represif pada para demonstran adalah tindakan bunuh diri. Karena aksi-aksi otoritatif penguasa melalui pemanfaatan aparatur keamanan negara di era keterbukaan informasi saat ini akan menimbulkan efek bola salju pada emosi dan partisipasi masyarakat yang menuntut keadilan.