Kolom

Harapan penurunan prevalensi perokok anak bersama Menkes baru

Revisi PP 109/2012 menjadi sangat penting untuk melindungi anak Indonesia.

Rabu, 20 Januari 2021 09:03

Publik berharap Menteri Kesehatan yang baru membuat langkah progresif untuk mencapai target penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7% pada 2024 sesuai RPJMN 2020-2024, dengan menyelesaikan revisi PP No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Urgensi untuk merevisi PP 109/2012 ini seiring dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 yang salah satu targetnya adalah menurunkan prevalensi perokok anak menjadi 8,7% pada 2024.

Dalam kurun sepuluh tahun terakhir telah terjadi peningkatan jumlah perokok anak usia 10-18 tahun. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, bahkan dapat dikategorikan kondisi darurat perokok anak. Data Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2018 menyebutkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun naik dari 7,2% (2013) menjadi 9,1% pada 2018. Padahal RPJMN 2014-2019 menargetkan perokok anak harus turun menjadi 5,4% pada 2019.

Peningkatan prevalensi perokok anak adalah bukti lemahnya pengendalian tembakau di Indonesia. Meskipun sejak 2012 Indonesia sudah memiliki PP 109/2012, tetapi implementasi regulasi ini terbukti gagal melindungi anak dari adiksi rokok dan menurunkan prevalensi perokok anak. Karena iklan, promosi, dan sponsor rokok (IPS) masih dibolehkan, akses rokok sangat mudah karena murah dan dapat dibeli dimana-mana, serta perilaku merokok dianggap biasa. Data Global Youth Tobacco Survey 2019 menyebutkan sebanyak 65,2% pelajar melihat iklan rokok di tempat penjualan, 60,9% pelajar melihat iklan rokok di luar ruang, 56,8% pelajar melihat iklan rokok di televisi dan 36,2% pelajar melihat iklan rokok di internet.

Berbagai studi menunjukkan terpaan iklan dan promosi rokok sejak usia dini meningkatkan persepsi positif dan keinginan untuk merokok. Studi Uhamka (2007) menunjukkan, 46,3% remaja mengaku iklan rokok mempengaruhi untuk mulai merokok. Studi Surgeon General menyimpulkan iklan rokok mendorong perokok meningkatkan konsumsinya dan mendorong anak-anak mencoba merokok serta menganggap rokok adalah hal yang wajar (WHO 2009).

Lisda Sundari Reporter
Hermansah Editor

Tag Terkait

Berita Terkait