Di antara anggota ASEAN lainnya, sikap Indonesia tampak lebih menonjol di Myanmar.
Kudeta militer di Myanmar menjadi batu ujian bagi sentralitas ASEAN, khususnya menyangkut komitmen organisasi itu membentuk komunitas keamanan yang melandaskan pada prinsip demokrasi dan HAM.
Kenyataannya, ASEAN tidak menunjukkan soliditas layaknya sebuah komunitas. Alih-alih, opini negara anggota justru terpecah menyikapi peristiwa kudeta itu. Ada yang abstain seperti Brunei, Vietnam, dan Laos. Ada yang memilih tidak mau ikut campur seperti Thailand, Filipina, dan Kamboja. Namun ada pula yang menunjukkan keprihatinan seperti Indonesia, Singapura, dan Malaysia.
Di antara anggota ASEAN lainnya, sikap Indonesia tampak lebih menonjol. Buktinya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melakukan ‘diplomasi ulang-alik’ (shuttle diplomacy) untuk membantu memecahkan masalah di Myanmar. Menlu Retno telah berkunjung ke Brunei, Singapura, dan Thailand dalam rangka mencari kesatuan pandangan terkait masalah kudeta itu.
Di Thailand, Retno bertemu Menlu Myanmar U Wunna Maung Lwin dan menekankan pentingnya menjamin ‘keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar’. Menlu juga membahas masalah ini dengan pihak-pihak di luar ASEAN seperti AS dan PBB.
Identitas peran Indonesia