Kepala desa, BPD, dan perangkat desa akan menuntut balik partai politik yang menyuarakan bola panas tersebut.
Minggu ini, kita dikejutkan oleh demontrasi dari kepala Desa, BPD dan perangkat desa di Gedung DPR pada 17 Januari 2023. Demonstrasi dilakukan untuk “menuntut” agar perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun, dengan periodesasi tidak terbatas atau maksimal tiga periode dimasukkan dalam revisi UU No 6 Tahun 2014.
Saya sebut tuntutan, sebab bola panas masa jabatan sesungguhnya tidak pernah digulirkan oleh kepala desa, BPD maupun organisasi desa. Gagasan masa jabatan sembilan tahun lebih pada usulan dari beberapa politisi khususnya kader PDI dan PKB. Bahkan Menteri Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Halim Iskandar, dalam setiap kesempatan selalu menyampaikan gagasan, akan lebih baik jika masa jabatan kepala desa dari enam menjadi sembilan tahun dalam rangka memberi konsolidasi pembangunan di desa.
Bahkan ada dukungan dan sokongan agar kepala desa melalui organisasi, agar melakukan demonstrasi di DPR dan partai dan tokoh tokoh politiknya akan menerima aspirasi tersebut, sebagai bagian prioritas dari rencana revisi UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Organisasi desa seperti Apdesi, Abpednas dan DPN PPDI, sangat mengetahui aspirasi “jabatan sembilan tahun” akan menjadi perdebatan di ruang publik. Bahkan di kepala desa, BPD serta perangkat desa, terbelah menjadi dua kelompok. Ada yang mendukung yang diwakili kepala desa, BPD dan perangkat desa yang datang demo di DPR dan lebih banyak kelompok yang tidak mendukung. Mereka yang tidak mendukung ini adalah kepala desa, BPD dan perangkat desa yang menganggap jabatan enam tahun tiga periode adalah terbaik sesuai dengan UU No 6 Tahun 2014.
Ruang publiki melalui media sosial, media massa dan online sangat beragam menanggapinya. Bahkan banyak pakar, tokoh dan akademisi yang melihat bahwa “tuntutan masa jabatan sembilan tahun” harusnya masuk dalam bagian transisi politik dan demokrasi di Indonesia.